Minggu, 26 Agustus 2012

RUMAH ADAT SEBAGAI CERMINAN KEARIFAN LOKAL



RUMAH ADAT SEBAGAI CERMINAN KEARIFAN LOKAL



PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pagaralam merupakan salah satu tempat tujuan wisata di Indonesia,khususnya di Propinsi Sumatra Selatan yang kaya akan keindahan alam dan seni budayanya. Keindahan alam tersebut, dapat dilihat  melalui pemandangan di kaki Gunung Dempo dengan hamparan perkebunan teh menghijau.
Secara geografis  Kota Pagaralam terletak pada 40 lintang selatan dan 150 bujur timur dengan suhu antara 270-300 . Kota Pagaralam memiliki luas 63.336 ha dengan batas administrative sebagai berikut :
ª  Sebelah batas Utara , Timur , dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Lahat.
ª  Sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Bengkulu.
Jumlah penduduk Kota Pagar Alam/Bumi Besemah adalah 120.217 juta jiwa yang  terdiri dari 5 Kecamatan , 35 Kelurahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta Kota Pagaralam berikut:







            Di Pagar Alam  terdapat banyak seni budaya,diantaranya seni budaya berupa Rumah Tradisional. Rumah Tradisional Kota Pagar  Alam dikenal dengan nama Rumah Baghi yang memiliki makna dan arti penting bagi masyarakat Besemah/Kota Pagar Alam.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menulis karya tulis dengan permasalahan Rumah Tradisional Besemah sebagai Cerminan kearifan lokal Masyarakat Kota Pagar Alam.
B.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:  Bagaimanakah Rumah Tradisional Besemah sebagai Cerminan kearifan lokal Masyarakat Kota Pagar Alam?
C.  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan Rumah Tradisional Besemah sebagai Cerminan kearifan lokal Masyarakat Kota Pagar Alam.
D.  Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi: Cerminan kearifan lokal  yang terdapat dalam Rumah Tradisional  Besemah yang berlokasi di Desa Pelang Kenidai.
E.  Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah,menumbuhkan minat dan pemahaman generasi muda untuk mengetahui dan melestarikan budaya daerah,khususnya budaya rumah tradisional Kota Pagar Alam.

PEMBAHASAN
RUMAH TRADISIONAL BESEMAH/KOTA PAGAR ALAM

            Di kota Pagaralam atau tepatnya adalah Besemah memiliki rumah tradisional yang telah berdiri ribuan tahun yang lalu bahkan ada rumah yang telah berumur 2000 yang terdapat di Desa Pelang Kenidai , Meringang , Gunung Agung Pauh , Bumi Agung Tegur Wangi Lama , Pagar Banyu dan lain-lain tahun jadi kesimpulanya rumah tradisional besemah sudah lama berdiri dibandingkan rumah tradisional dari Palembang yaitu rumah Limas. Rumah adat besemah terdiri dari
4 macam yaitu
  1. Rumah Piabung Padu Tiking
      merupakan cikal bakal bangunan pada daerah besemah . pada rumah ini tidak         terdapat ukiran seperti pada rumah yang kita ketahui sebelunya. Rumah ini        dibangun jauh sebelum masehi namun tidak ada yang mengetahui kapan             tepatnya rumah tersebut didirikan dan rumah ini murni sebagai tempat tinggal        atau tempat beristirahat
  1. Rumah Piabung
      sama halnya dengan rumah piabung padu tiking rumah ini juga tidak terdapat         ukiran dan juga dibangun sebelum masehi dan fungsi dari rumah ini juga    sama    dengan rumah piabung padu tiking


  1. Rumah Tatahan
      rumah tatahan adalah satu-satunya rumah yang memiliki ukiran dan disetiap           ukiran dalam rumah tatahan memiliki arti dan doa-doa kepada sang pemilik   rumah.Karena rumah tersebut didirikan dengan mempergunakan tiang maka         rumah itu dapat digolongkan sebagai jenis rumah penggung artinya rumah       yang memiliki tiang.
  1. Rumah Gilapan
            rumah gilapan serupa dengan rumah piapung padu tiking dan rumah piapung tidak memiliki ukiran dan fungsinya juga sebagai tempat tinggal atau tempat         beristirahat saja hanya saja rumah ini dibangun beberapa ratus tahun setelah masehi.Sama halnya dengan rumah tatahan maka rumah gilpan ini tergolong kepada rumah panggung, karena memiliki tiang.Perlu diketahui bahwa baik tiang pada rumah tatahan maupun pada rumah gilapan tiang-tiang tersebut tidak ditanam dalam tanah tetapi diletakkan saja di atas tanah kemudian sekelilingnya diberi batu-batu sebagai penahanya, keadaan tiang seperti itu disebut tiang duduk
    1. Fungsi Tiap-Tiap Ruangan
1.      bagian depan yang disebut garang berfungsi juga sebagai dapur
2.      bagian dalam atau tengah disebut sengkar bawah bila ada upacara adat maka tempat ini dijadikan untuk melakukan kegiatan sehari-hari serta tempat tidur.
           
        Bentuk kedua rumah itu sama. Hanya ada tidaknya ukiran yang membedakan karena keberadaan ukiran merupakan cerminan status sosial pemilik rumah yang tinggi
            Rumah yang masih bertahan sampai saat ini adalah rumah tatahan karena memiliki ukiran yang dapat menarik wisatawan asing untuk berkunjung melihat rumah tradisional besemah ini. Rumah tatahan dibangun sekitar abad pertama dan pada saat itu agama islam belum masuk di daerah  Besemah oleh sebab itu masyarakat besemah menganut agama animisme dan sawawi atau langit namun sebagian besar masyarakatnya menganut agama sawawi. Kata besemah sendiri berasal dari nama ikan yaitu ikan semah yang merupakan ikan khas daerah besemah. Pada saat itu masyarakat besemah sangat percaya dengan keberadaan para dewa oleh sebab itu rumah besemah khususnya rumah tatahan sangatlah besar karena menggunakan kayu yang sangat besar untuk diameter tiangnya saja dapat mencapai 80-120 cm. rumah tatahan terdiri dari berbagai komposisi yang membangun rumah tersebut. Yaitu ada 12 komposisi yang membangun rumah tersebut yaitu
  1. Tapak’an tiang
  2. Tiang duduk
  3. Thailan
  4. Paduan bawah
  5. Sake jerejak empat
  6. Paduan atas
  7. Tiang bubungan
  8. Belayar
  9. Paguantu
  10. Bubungan
  11. Pegambung
  12. Penjuring
            Tiang pada rumah tatahan berjumlah 9 yang melambangkan batang hari Sembilan dan kayu yang digunakan adalah kayu rimau yang kualitasnya hampir sama dengan kayu jati namun masyarakat menggunakan kayu rimau dikarenakan cocok untuk daerah Besemah yang dingin dan kayu-kayu yang dijadikan sebagai tiang rumah tatahan sangatlah besar diameter kayunya sekitar 80-120cm. dan kayu tersebut diangkut dari atas bukit. Cara masyarakat mengangkat kayu tersebut adalah dengan melibatkan roh-roh halus dengan menyediakan sesajen sebagai upahnya. Hal ini dikarenakan belum masuknya islam di daerah besemah.
            Pada bubungan atau atap rumah juga terdapat beberapa perubahan yaitu sebagai berikut
  1. Atap ijuk (memusang)
  2. Gelumpai (bilah dan menggunakan sembilu untuk mengaitkanya)
  3. Kaleng
  4. Seng
           

            Pada bagian ujung atap rumah tradisional besemah terdapat benda membentuk silang yang disebut penjuring. Namun ada pula rumah yang menggunakan bulan kemanggal atau kepala kerbau
            Pada bagian dalam rumah tradisional besemah terdapat seperti panggung yang terdiri atas 4 tingkatan, atau membedakan antara masyarakat biasa dan para dewa berikut adalah nama tingkatan tersebut yaitu:
  1. Sekar bawah (untuk para budak)
  2. Sekar tiding (untuk parolaman atau masyarakat biasa)
  3. Sekar tengah (untuk para priyai atau bangsawan)
  4. Sekar atas atau sekar pucuk (untuk para supranatural atau para dewa)
            Namun setelah islam masuk di daerah besemah sekar atas atau sekar pucuk dihilangkan sehingga sampai sekarang hanya ada 3 tingkatan saja
            Pada bagian dalam rumah tradisional besemah juga tidak memiliki sekat atau pembatas antara ruangan yang satu dengan yang lain hal tersebut menandakan bahwa masyarakat besemah memiliki sifat yang transparan atau terbuka kepada siapapun.
            Dalam pembangunan rumah tradisional besemah untuk menyatukan antara bagian satu dengan bagian yang lainya tidak menggunakan paku atau sebagainya melainkan menggunakan sistem kunci atau dalam bahasa besemahnya nyimpul paduan. Sistem kunci ini seperti menyambungkan antara bagian satu dengan bagian yang lainya dan bertemu pada satu titik. Jika kita ingin membongkar rumah tersebut cukup dengan membuka kunci pada titik tersebut dan semuanya akan segera terbuka secara otomatis. Pada kayu-kayu yang menjadi dinding rumah tradisional besemah tersebut permukaanya sangatlah halus dan juga dalam pemotonganya sangatlah rapr padahal pada saat itu belum ada pisau atau dalam bahasa besemahnya kuduk untuk memotongnya dan amplas untuk menghaluskanya. Menurut mitos yang beredar semua pekerjaan tersebut dilakukan oleh bantuan dari roh halus karena pengakuan dari salah satu sejarahwan besemah Bpk.Satarudin pada saat itu mereka membelah kayu dengan menggunakan tangan kosong, jangankan kayu batu saja pada saat itu dapat dengan mudah dibagi menjadi beberapa bagian.
            Pada bagian pintu rumah terdapat penarik pintu yang disebut tali andong berikut adalah gambar dari tali andong tersebut
                                                                                                            Tali andong













            Pada bagian luar rumah tradisional terdapat ukiran-ukiran yang didalam setiap ukiranya terdapat doa dan harapan bagi pemilik rumah yaitu sebagai berikut

                                                                                      
                                                                                      
                                                                                               Mendale kencane
                                                                                    
                                                                                                          
                                                                                                 Kencane mandulike        
                                                                                   
                                                                                                teratai
                                                                                      


                                                                                    

                                                                                   
           
            Kencane mandulike merupakan symbol persatuan yang kuat diantara sesame penghuni rumah. Bagian tengah dari kencane mandulike umumnya terdapat lubang yang digunakan sebagai tampat mengintip penghini rumah terhadap kondisi dan suasana di luar rumah

























(SIMBAR BULAH)

Arti dari simbar bulah adalah kemakmuran baik yang menghuni rumah tersebut maupun masyarakat sekitar



(LENGKE NAIK-NAIK)

    Lengke naik-naik melambangkan  orang yang sedang naik daun atau berpangkat
            Pada bagian ujung dari rumah tradisional besemah terdapat ukiran bungan yang disebut bunge belur kembang melati berikut adalah gambar dari bunge belur kembang melati








           

Bunge belur kembang melati melambangkan kesejahteraan , keamanan ,dan kenyamanan orang yang meninggali rumah tersebut

ª  munce knebong : pertumbuhan atau perkembangan yang pesat
ª  pakulayu : melambangkan perekonomian masyarakat yang berkembang pesat
ª  daun ubi : melambangkan bahwa masyarakat besemah memiliki seni yang halus
            Pada rumah tradisional besemah ini terdapat tangga yang dalam pembuatanya menggunakan penghitungan dan harus jatuh pada bilangan ke-empat . perhitungan tangga tersebut adalah (tangge , tunggu , tinggal) dan haris jatuh pada kata-kata tangge
           



            Masyarakat besemah memiliki semboyan yang mengutamakan kebudayaan besemah yaitu
  1. Besemah peradaban tertua
  2. Besemah berbudaya tinggi
  3. Besemah memiliki bahasa dan tulisan sendiri

















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN